Senin, 29 Oktober 2018

Seribu Cerita Dari Dapur


Dapur? Ini bagian rumah yang tidak terlalu sering saya sentuh. Bukan karena tidak bisa masak, tapi karena memang saya tidak begitu suka masak, hehehehe.

Hanya, setiap pagi, saya sempatkan untuk membuat sarapan dan bekal anak-anak dan suami. Tidak ribet, hanya masakan-masakan sederhana yang mereka suka dan easy packing untuk menjadi bekal sekolah.

Anak-anak dan suami sebenarnya penyuka masakan saya. Jadi biasanya, sebisa mungkin di saat weekend, saya sempatkan untuk memasak menu lengkap (dengan catatan saat malas tidak melanda).

Urusan dapur, mulai dari masak dan mencuci perkakas, saya menyerah. Saya lebih baik pekerjaan rumah tangga lainnya dibanding memasak dan cuci cuci, hahahaha. 

Tapi di rumah, dapur saya cukup luas. Dan dimasa renovasi rumah ini, saya sudah mendesign bagaimana nanti dapur kami akan berubah. Dapur yang nyaman dan terbuka, dengan suasana yang hangat. Simple,  clean dan frinedly. Ini saya lakukan tidak hanya untuk saya pribadi, tapi ingin mengajak anak-anak saya (semua anak saya perempuan, remember?😄) untuk lebih mencintai dapur. Jangan tiru emaknyalah, baru ke dapur karena sudah menikah, hahahaha.

Dapur kami nantinya akan berubah seperti ini
(Pic from pinterest)
Kenapa saya berusaha merubah dapur saya dan menginginkannya lebih hangat dan terbuka? Saya menginginkan dapur yang tanpa sekat dengan meja makan dan ruang keluarga. Karena saya merasa, saat jam makan malam di keluarga kami, adalah saat paling nyaman untuk semua anggota keluarga bercerita. Saya ingin menjaga kenyamanan mereka bercengkrama di dapur. Mengingat setiap aroma masakan, racikan bumbu, bunyi penggorengan, menjadi bagian dari memori mereka tentang rumahnya. Menjadi bagian dari memori mereka tentang saya dan juga keluarganya. Menjadi kenangan manis dalam hidup mereka.

Saya mengingat, dapur rumah saya dulu semasa saya kecil, adalah suasana yang hangat. Ruangan yang tidak lebih besar dari 3x1.5 meter itu, selalu ramai dengan bunyi-bunyian dan aroma masakan. Kenangan itu melekat kuat di ingatan saya. Kadang, aroma semur ayam buatan Ibu, mengusik memori saya. Saya kangen dengan suasana seperti itu.

Dari dapur, ternyata saya belajar banyak hal. Tentang hidup. Bagaimana semuanya diolah dengan rasa cinta. Bagaimana semuanya berproses. Menikmati rendang daging, maka ada proses memasak 4 jam yang harus dijalankan. Tidak ada yang instan. Bila masakanmu terasa kurang asin, ada garam yang bisa ditaburkan. Bukankah hidup begitu juga? Bila ada yang dirasakan kurang, ada hal-hal yang bisa kita tambahkan hingga semuanya terasa pas. Tambahkan secukupnya, tak perlu berlebihan.

Kadang di dapur, kitapun perlu bereksperimen. Mencoba masakan baru, agar tak bosan. Hidup juga  begitukan? Perlu mencoba hal-hal baru agar lebih berwarna. Agar hidup kita lebih bervariasi. Yang namanya bereksperimen, tidak selalu berhasil tapi tak ada yang salah dengan yang namanya kegagalan. Yang penting ada niat dan usaha untuk mencobanya.

Dari dapur saya juga belajar menerima kritikan dengan elegan. Tiga anak saya adalah kritikus dan sekaligus fans masakan saya. Kalau apa yang saya sajikan tidak pas di lidah mereka, ya saya harus legowo bahwa masakan saya memang tidak enak. Entah itu yang terlalu pedas, asin atau rasanya yang aneh, hahahaha. Jujur saja, saya kadang bereksperimen masak dan sering gagalnya. Entah yang adonan keenceran atau kurang bumbu, sehingga rasanya jadi aneh.

Buat saya, dapur memang punya seribu cerita. Meski kemampuan masak saya sangat standar, tapi hadirnya dapur di keluarga kami adalah salah satu ruang yang memiliki peran vital. Karena dari situlah, seribu cerita dalam hidup kami bergulir.


#wanita&pena
#10dayschallange
#dapur
#RumbelLM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tengkyuuuuuu udah mampir 🌝.

Seribu Cerita Dari Dapur

Dapur? Ini bagian rumah yang tidak terlalu sering saya sentuh. Bukan karena tidak bisa masak, tapi karena memang saya tidak begitu suka ...