Sabtu, 27 Januari 2018

The Happiness Project is Our Mission


Siapa sih orang tua yang tidak ingin  anaknya cerdas? Tunjukin ke saya deh,  kalau ada orang tua yang menolak anaknya menjadi pintar atau cerdas. Semua orang tua menginginkan semua anaknya cerdas, pintar, baik, sholeh/sholeha. Semua hal-hal yanģ baik dan unggul. Keinginan dari orang tua yang seragam sebenarnya, tapi tidak dalam implementasinya. Ada yang mampu mendapatkan dengan cara yang menyenangkan, ada dengan cara yang susah payah, lama, perang batin,  jatuh bangun ... semuanya berawal dari doa yang hampir sama tapi dengan hasil yang berbeda-beda 😊.

Menyadari sepenuhnya bahwa setiap anak berbeda tidak semudah yang saya pikirkan. Ada hati juga yang ikut berperan disitu. Kok bisa beda sih? Kok gak kayak si mbak? Kok begini sih?. Kok nggak kayak anaknya A yang rajin? Pertanyaan-pertanyaan yang kerap membordir hati saya. Itu baru tahap menyadari, sayapun harus lanjut juga ke tahap memahami dan menerima. Nah ... inilah bagian yang tersulit buat saya. Prosesnya cukup lama dan sayapun sampai detik ini masih dalam proses belajar.

Saya harus berpegang teguh (tentunya setelah berproses untuk sampai tahap ini ya) bahwa tiap anak membawa fitrahnya masing-masing. Menyadari bahwa tiap diri kita membawa misi dihadirkan di dunia ini, maka saya harus yakin bahwa anak-anak saya memiliki misi hidupnya masing-masing. Anak adalah versi terbaik dari dirinya. Alllah Sang Maha Pencipta tidak membuat versi lain dari anak kita, tidak ada duanya. Kata-kata yang melekat sewaktu saya mengikuti seminar parenting dari ustad Hary Santosa. Sekaligus kata-kata yang makjleb buat emak kayak saya.

Saat saya dalam berproses melihat, mengenal dan mengembangkan fitrah anak saya masing-masing, disaat yang bersamaan tugas kelas Bunda Sayang Ibu Profesional memasuki game ketiga dengan tema Melatih Kecerdasan Anak, maka inilah moment yang bisa saya manfaatkan lebih jauh lagi dan menjadikannya sebagai sebuah project bersama dengan Jani. Project itu kami namakan The Happiness Project. Saya terinspirasi dari sifat Jani yang cukup peka dengan keadaan disekelilingnya. Dan saya ingin, apa yang dilakukannya adalah hal-hal yang membuatnya bahagia. Agar kesan yang didapat dan dirasakannya, lebih dalam.

Pohon Kebaikan yang akan bertambah rimbun dengan daun-daun kebaikan 💙💙💙

Meski tantangan kali ini saya hanya melakukannya bersama Jani, karena sampai saat ini, si Ayah masih belum tergerak untuk terlibat secara aktif, sama seperti sebelum-sebelumnya. Pasif meski tidak menentang. Biarlah ... semoga suatu saat, hati si Ayah tergerak untuk bisa terlibat lebih jauh lagi 😊🙏🙏🙏.

Yang membuat saya haru dengan tantangan kali ini, tidak hanya karena antusiasnya Jani mengerjakan tantangan, tapi juga respek dari orang lain yang didapatkannya. Respek dari wali kelasnya yang menyampaikan ke saya mengenai kekagumannya dengan sikap Jani, yang sangat mandiri dan berempati ke teman-temannya.. Duh, emak mana sih yang gak meleleh? Dan hal-hal kayak gini ini, gampang banget bikin emaknya mewek. Tisu mana tisu .... 

Iya, saya bersyukur bahwa Jani sangat menyukai apa yang dia lakukan. The Happiness Project inipun masih berjalan sampai sekarang. Dan membuat beberapa family project yang dulu sudah ada sebelumnya, kembali kami jalankan.

Semoga ini adalah bagian dari upaya saya menyiapkan Jani menjalankan misi spesialnya di masa yang akan datang. Menjadi bagian dari orang-orang yang menebar manfaat dan kebaikan. Karena saya, orang tuanya, adalah orang terbaik yang dikirimkan Allah untuk Jani. Dan Allah SWT, tidak akan pernah salah menitipkannya bukan? 

#aliran_rasa
#kelasbunsayiip3
#gane_level_3



Kamis, 18 Januari 2018

Happiness Comes From Our Action


Bismillahirrohmanirrohiim ... 

Hari keenambelas.
Sebenarnya hari tantantangan yang harus dilaporkan sudah lewat. Tapi tak apa. Toh, saya dan Jani masih terus melakukan The Happiness Project miliknya, jadi sekalian saja, hari ini saya akan mencoba meriview, apa saja yang sudah Jani pelajari selama tantangan di game level 3 ini. 

Pada awal tantangan ini akan dimulai, saya sudah memiliki gambaran, apa saja yang akan kami, saya dan Jani akan lakukan http://indahlarasichsan.blogspot.co.id/2018/01/pohon-kebaikan-anjanis-happiness-project.html .

Selama perjalanan waktu tantantangan ini, saya mengamati, merasakan dan melihat perubahan apa yang terjadi pada Jani. Mungkim ini akan berguna buat saya emaknya untuk 'melengkapi' portfolio Jani agar saya mampu memberikan stimulus-stimulus yang dibutuhkan sesuai dengan fitrahnya untuk tumbuh dan berkembang.

Di game ketiga ini, kami diminta untuk melatih kecerdasan, yaitu intelektual, emosional, spiritual dan kecerdasan menghadapi tantangan. Memilih kecerdasan apa yang ingin dilatih dan memilih siapa yang akan dilatih dan menjadikannya family project. And the challanges start from here ...

Saya kembali memilih Jani, anak bungsu saya untuk menjadi partner tantangan game ketiga ini. Selama tantangan berlangsung, saya melihat Jani begitu enjoy dan bersemangat menjalankannya (kecuali di hari kemarin, dimana kondisinya tidak sehat). Berbinar-binar menceritakannya ke saya dan melaksanakan kewajibannya untuk menempelkan daun-daun kebaikan yang dilakukannya hari itu di Pohon Kebaikannya. Begitu sumringah dan bangga dengan pohon kebaikannya yang sudah mulai terlihat lebat dari hari kehari. Jelas raut bahagia terpancar dari wajahnya. Yess, Happiness comes from our action.


Senangnya ... melihat Pohon Kebaikan Jani, mulai rimbun dengan daun-daun kebaikan yang dilakukannya 😙😍

Apa yang bisa saya review dari Jani ditantangan kali ini adalah :

  • Semakin bertanggung jawab terhadap kewajibannya dan berkomitmen penuh.
  • Mulai berani keluar dari zona nyamannya
  • Bersikap ringan tangan
  • Semakin berempati dengan kesusahan dan kesulitan orang lain.
  • Mampu mengambil manfaat dari apa yang dilakukannya
  • Mampu membiasakan dirinya untuk melakukan sesuatu tanpa pamrih
Jani ... "Guru" saya di tantangan ini .
We are a partner in this challanges 😍😗
Saya sendiri mengawali tantangan di game ketiga ini dengan semangat yang cukup besar. Bukan karena berharap akan mendapatkan badge tapi lebih dari dampak ditantangan kedua yang menurut saya terjadi perubahan sikap yang signifikan dari Jani. Apa yang saya sampaikan tidak sia-sia, dan sampi sekarangpun masih dilakukannya. Kan memang ini tujuan saya menjalankan tantangan ini?. Jadi, yaa ... saya benar-benar mengatur waktu untuk mengerjakan "PR". Menetapkan jadwal kapan saya menulisnya, kapan saya posting dan mereportnya ke tugas Bunsay. Cukup ketat memang dan memnag harus, serta konsisten untuk mejalankannya. Karena saya mau melihatkan secara tidak langsung ke Jani, bahwa saya emaknyapun sama sama dia, sama-sama punya "keawajiban" untuk menyelesaikan sesuatu yang sudah kita sanggupi. 

Saya ingin Jani juga  melihat hal-hal yang tidak saya sampaikan, tapi bisa dijadikanya contoh. Kalau bukan saya, terus siapa? Hahahaha ... gak mungkinlah tetangga samping rumah sayakan? Dan itu berdampak ke Jani, dimana diapun konsisten untuk menjalankan tugasnya tanpa saya ingatkan.

And you know ... gara-gara tantangan ini pula, beberapa project keluarga yang sudah pernah kami jalani, kami sepakat hidupkan lagi. Mulai dari SHARJUM (Sharing Jumat --> membagikan nasi bungkus tiap hari Jumat), Morning Action (nyepeda bareng-bareng, quality time dengan healthy life style), sampai ke project yg diangan-angan akan dijalankan (Open Perpus dan Latihan Mewarnai di garasi rumah) hahahaha ...  banyak juga ya 😀. Bismillah ... 

Dari apa yang saya amati, saya berharap bahwa apa yang sudah dipelajarinya di tantangan kali ini menjadi dasar baginya untuk melakukan kebaikan yang harus terus dilakukan. Mengejar kebahagian hidup melalui kebaikan. Mengajarinya pelan-pelan tentang makna hidup yang sebenarnya. Mengajarkan bahwa bahagia adalah saat hidup kita sudah mampu memberi manfaat bagi orang lain. 

Happiness is not something ready made. It comes from your own action                         - Dalai Lama -

Yess. Happiness comes from our action. Bahagia itu memang tergantung kita sendiri. Bahagia itu kita yang menciptakannya. Dan saya mengajarkan Jani, bahwa salah satu untuk bisa merasakan bahagia itu, ya ... berbuat baiklah ... 

#tantangan_hari_ke_16
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Just Action, No Excuses (Day15)


Bismillahirrohmanirrohiim ...

Hari kelimabelas.
Hari dimana saya harusnya mereview apa yang sudah dilakukan Jani di The Happiness Projectnya. Apakah project ini membuatnya memiliki TO DO LIST yang menyenangkan baginya? Kegiatan apa saja yang membuatnya bahagia? Membuat orang lain juga bahagia? 

Tapi, hari ini, menjemputnya setelah bubaran sekolah, si bungsu saya ini, tampak lesu. Diajak ngomongoun dia sepertinya malas untuk menjawab. Duduk di depan dan langsung memjamkan matanya. Ya sudah, saya biarkan dia tidur selama perjalanan pulang. Aaaahhh ... ada apa ya? Kok terlihat lesu sekali? Emak kepo.


Tertidur dalam perjalanan pulang
Sesampainya di rumah, Jani ijin untuk tidak masuk kelas TPQ yang ada di mesjid dekat rumah. Waktu saya tanya kenapa? Dia cuma menjawab singkat, kalau kepalanya pusing. Sedikit panas dan agak semlenget, kalau orang Jawa bilang, saat saya pegang keningnya.saya biarkan dia melanjutkan tidur di kamarnya. Nanti sajalah kalau mau tanya-tanya detailnya.

"Perutku eneg Bun, pengennya muntah terus. Kepalaku juga pusing. Tapi aku sudah nulis kebaikan hari ini. Udah aku tempelin juga di pohonnya"

Lha, saya malah gak merhatiin pohon kebaikan miliknya yang sudah bertambah daun "baik"nya. Entah kapan dia tulis. 


Saya pikir awalnya tantangan di hari kelimabelas ini bakalan kosong, karena Jani terlihat gak bersemangat. Meski dèngan kondisi yang tidak sehat, dia tetap menjalankannya, melakukan kebaikan, menuliskannya dan menempelkannya.

Duh, saya kembali di"jawil" nih. 
Kondisi apapun, bukan alasan untuk kita enggan bertindak. Just action no excuses

Kesusahan atau kesulitan yang sedang kita alami bukan penghalang kita melakukan sesuatu untuk orang lain.
Jani mengajarkan itu ke saya. Dan beruntunglah saya dapat "jeweran" manis dari Jani.

#tantangan_hari_ke_15
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa


Selasa, 16 Januari 2018

Makna Berbagi Makanan (14)

Bismillahirrohmanirrohiim ... 


 Tidak (sempurna) iman orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan.” (HR al-Baihaqi). 



Hari keempatbelas.

Hadits ini mengingatkan saya akan kegemaran Jani minggu ini, membagi bekal sekolahnya ke teman-temannya. 


Memberi makan ini tindakan yang tidak sesederhana seperti yang terlihat saja.
Saya lebih memahaminya sebagai bagian dari ajaran agama yang saya anut, yaitu agama Islam, yang mengajarkan agar saya tidak bersikap individualis. Bahwa, amal ibadah itu tidaklah cukup hanya dengan ritual-ritual yang sifatnya individu. Keimanan kita haruslah juga dilengkapi dengan amal-amal sosial.
Dan apa yang dilakukan Jani, yang mungkin terlihat sepele itu, mengasah sisi sosial dan juga mengajarkannya mengimplementasikan (duh ... bahasa sederhananya apa ya?) keimanannya. Bahwa ajaran untuk berbuat baik kepada orang lain akan mendapatkan ganjaran  yang baik pula dariNya. Memberi makan orang yang kelaparan termasuk amalan yang dapat menghapus dosa-dosa, mengundang turunnya rahmat, dan menyebabkan diterimanya tobat.


Tiga pekara siapa pun yang ada padanya, kelak akan dinaungi oleh Allah di bawah arsy-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Yaitu, berwudhu pada waktu cuaca dingin, mendatangi masjid meskipun gelap, dan memberi makan orang yang kelaparan.” (HR Abu Muslim al-Ashbahani).

Beberapa waktu lalu Jani sempat protes ke saya, kenapa kegiatan kami yang dulu sering membagikan nasi bungkus setiap hari Jumat, sekarag sudah jarang dilakukan. Duh, iyaaa ... ini saya akui kesalahan saya. Saya sudah mulai jarang merutinkannya lagi. Saya sudah gak mengingatkan anak-anak untuk menyisihkan uang jajannya untuk bisa sedekah nasi bungkus. 

Dulu, setiap hari Jumat ... kami merutinkan untuk sedekah nasi bungkus. Jumlahnya tidak banyak, semampu kami pada saat itu. Kadang cuma 5 bungkus, kadang 10 sampai 20 dan dana untuk menyiapkan nasi bungkus itu, saya kumpulkan dari suami, saya dan anak-anak. Hehehehe ... Our Family Project lah ceritanya nasi bungkus ini. Tapi, sekarang mandeg ... Mandegnya berawal dari ibu tenongan (yang menjual berbagai snack dalam keranjang yang digendong dan ditawarkan dari rumah ke rumah) yang sakit cukup lama. Ibu Tenongan ini biasa mensupply nasi bungkus yang akan kami sedehkakan. Kok gak buat sendiri? Iya memang sengaja ... agar satu nasi bungkus itu banyak orang-orang di dalamnya yang terlibat ... mulai dari saya, ibu tenongan, pemilik warung, dan masih banyak lagi ya kalau diurut sampai belakang.

Aiiih ... saya kembali belajar dari Jani, diingkatkan bahwa apa yang sudah baik itu harusnya dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan. Bukannya malah hilang tak berbekas. Dan gak perlu mencari alasan pembenaran mengapa kita tidak lagi melakukannya.

The Happiness Project milik Jani, akan berakhir tantangan untuk menjalankan dan mereportnya sebagai "Nice Home Work" emaknya. Tapi, saya dan Jani sepakat untuk terus melakukannya meski masa untuk tantangan ini sudah berakhir nantinya. 

Buat saya ... ini seperti memulai kembali beberapa project yang sebelumnya sudah pernah kami lakukan. Mengingatkan kembali hal-hal baik yang kami tinggalkan. Meski harus memulainya lagi dari nol, kami siap kok.


#tantangan_hari_ke_14
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Senin, 15 Januari 2018

Berbagi Is A Happy Action (Day13)


Bismillahirrohmanirrohiim ...

Hari ketigabelas.
Hari ini, saya belajar (lagi) sama Jani arti berbagi tanpa syarat.
Berbagi apa yang kita sukai ke orang lain itu, kedengarannya sih memang sepele, tapi coba deh lakuin ... ada rasa beraaaat dan ya itu tadi, bisa muncul syarat macam-macam dari kita sebagai pertimbangan yang berlebihan yang sebenarnya sih kalau mau jujur, gak penting banget! 


Saya ingat, alm. Ayah saya pernah bilang, orang bisa berbagi dan memberi itu karena sudah merasa cukup. Arti cukup disini ternyata maknanya tidaklah secara harfiah, lebih dari itu.

Duluuuuu, saya menganggap cukup itu dalam ranah materi. Tapi ternyata tidak. Cukup lebih ke rasa. Memberi itu tidak memandang kaya atau miskin secara materi. Memberi itu kerelaan hati kita untuk melakukannya. Punya berapun kita bisa memberi, asal diri kita sudah merasa cukup. Siapa bilang punya sedikit membuat kita gak bisa memberi dan berbagi?  

Jani mengingatkan saya. Meski hanya membawa satu bùtir telur balado sebagai bekal sekolahnya, dia tetap dengan sukarela untuk berbagi dengan temannya, Shafira.

"Aku nawarin Shafira buat nyicipin telur balado masakan bunda. Dia suka loh bun. Tadi juga Cindy, jadinya kepengen. Trus, ya sudah bekalnya dimakan bareng-bareng. Besok bawain bekalnya agak banyakan ya bun, siapa tau temenku ada yang mau makan bareng lagi".

Kata "sedikit" nya itu ... agak-agak gimana ... 😂😁

Ya, sesederhana itu memang. Tapi saya mensyukurinya. Jani termasuk anak yang suka memberi dan juga berbagi apa yang dimilikinya. Dan dia melakukannya dengan ringan dan happy, tentunya. That's our point for this challange, right? 

#tantangan_hari_ke_13
#kuliahbunsayiip3
#gamelevel_3
#kami_bisa


Janii si Ringan Tangan (Day12)


Bismillahirrohanirrohiim ... 

Hari keduabelas.
Hari yang bertepatan dengan kegiatan emaknya. Event Family Days Out "Go Adventure with Supermoms Edisi Telusur Harta Karun" . Karena emaknya kebagian tugas sebagai pawang acara, Penanggung Jawab Event 😃😄 maka ... kebayanglah hari itu saya akan sibuk dan sudah siap-siap pula dari pagi, dimana malamnya masih lemburan cek and recheck keperluan acara. Malam sebelum acara, saya hanya mengingatkan Jani untuk tidak rewel besok paginya, karena emaknya akan berangkat pagi-pagi, jadi segala keperluannya nanti akan dibantu disiapkan Ayah.

Eh ternyata, tuh anak ikutan bangun pagi dan bantu emaknya final cek apa saja yang harus dibawa, nggak boleh ketinggalan. Dan memutuskan untuk pagi-pagi bareng bundanya meruput ke Puri Maerakaca, untuk memperispakan event hari itu.

Selama acara, Jani nggak rewel sih, meski tidak satupun peserta yang dia kenal. Ikut berpetualang juga bersama Ayah dan mb Nayya menjadi satu tim. Dia enjoy dengan kegiatan hari itu hingga selesai. Bahkan memilih pulang bareng saya, setelah event selesai dan beberes venue acara. Membantu saya mengangkat barang-barang, membersihkan dan memunguti sampah-sampah bekas makan dan minum. Membantu mb Nayya memasukkan barang-barang ke dalam bagasi mobil, sebelum kami siap-siap pulang. Si Ayah sudah pulang duluan karena harus mwnjemput mb Danish yang hari itu sedang mengikuti Try Out.


Sampai di rumah, mengambilkan saya minum dan membantu menurunkan beberapa barang yang ada di bagasi mobil. Sempat ijin untuk main sebentar dan kembali lagi ke rumah untuk mandi sore. Menyiapkan keperluan les, karena sore hari ada jadwal les mapel. Semua dilakukannya sendiri tanpa saya suruh atau perintah. Plus, emaknya dipijetin pulaaak. Duh, kurang apalagi coba 🤣🤣🤣

Emaknya? Sudah tepar dengan sukses di atas tempat tidur, hahahahahaha .... 

Hari itu Jani sudah banyak sekali melakukan kebaikan, meski tanpa dia sadari. Membantu saya tanpa harus menjadi rewel (biasanya, ada aja sih tingkahnya untuk bikin emak rada-rada emosi, kalau ngeliat emaknya sibuk😁), membantu mb Nayya angkut-angkut barang, dan juga bersikap baik dan bertanggung jawab menjalankankan kewajibannya. 

Saya senang, dia sudah mampu bersikap sebagaimana seharusnya. Dan mampu pula untuk memahami kesibukkan dan kelelahan emaknya seharian itu. 

Saya bahkan sempat diingatkan Jani untuk tidak lupa mengerjakan PR 

"Nanti bunda ketiduran, kan kecapekan. Aku sudah nulis loh bun kebaikan yang kemarin"

Hmmmm. Duh, ada hansip tugas nih 😆😄😉

Sistem saya mengerjakan dan melaporkan tantangan ini dengan sistem H-1. Jadi kebaikan yang dilakukan satu hari sebelumnya (kemarin) adalah report untuk hari besoknya (hari ini). Dan biasanya, saya laporkan pada pagi harinya (kecuali disaat-saat yg super repot, .saya akan melaporkannya sore atau malam). Saya lakukan cara ini, agar saya bisa mengatur jadwal dengan baik, antara urusan rumah, kantor, sekolah, les dan komunitas. Agar semuanya bisa berjalan bereng serta emaknya gak stress dengan jadwal yang ajaib itu 😉.

#tantangan_hari_ke_12
#bunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Minggu, 14 Januari 2018

Berilah yang Terbaik (Day11)



Bismillahirrohmannirrohiim ...

Hari kesebelas.
Hampir saja 'report' hari ini terlewat.
Hanya tinggal beberapa menit ke depan saja, sudah akan berganti hari.
Karena emaknya, tertidur setelah pulang dari event Family Days Outnya IIP Semarang, dan terbangun di sisa waktu kurang dari 30 menit untuk berganti hari. Hufftttt.

Padahal di hari kesebelas kemarin, Jani sudah menuliskan kebaikannya di daun dan menempelkannya di pohon kebaikan, sayanya yang lupa untuk melaporkan. Duuuh, ketiduran karena kecapekan di cuaca yang mendung-mendung syahdu .... untung terbangun. Alhamdulillah ...


Hari Sabtu kemarin, karena saya membekali Jani ke sekolah dengan cukup banyak jajanan yang berat, ada siomay, macaroni schootel dan juga risoles, maka saat jam istirahat, karena ada temannya yang tidak membawa bekal, maka ditawarkan dan dibagikannya ke temannya, Citra. 

Sewaktu saya jemput pulang sekolah, saya langsung dilaporkannya dengan semangat. 

"Besok Senin, aku mau lagi bawa macaroni ya bun. Agak banyakan ya ... solanya teman-teman tadi juga pada aku icipin dan katanya, macaroni bunda enaaaak".

Siappp dek.
Dan emaknya senang, karena buat emaknya, kemauan untuk berbagi itu penting. Apalagi berbagi dengan barang atau makanan yang kita sukai. Tanpa ada rasa "eman-eman". Dan akan lebih menyenangkannya lagi, bila apa yang kita bagi itu disukai atau disenangi orang lain. 

Dan Jani melakukannya pun dengan senang hati. Itu yang terpenting.

#tantangan_hari_ke_11
#bunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Jumat, 12 Januari 2018

Bahagia dengan Yang Tidak Disukai (Day10)



Bismillahirrohmanirrohiim ...



Hari kesepuluh.Berusaha untuk menyukai sesuatu yang jelas-jelas kita tidka suka adalah sebuah perjuangan tersendiri. Kadang, kita lebih baik menghindar atau tidak mau melakukannya sama sekali. Bisa jadi, apa yang tidak kita sukai itu, karena memang kita belum mencobanya. Mungkin sudah, tapi belum mencobanya dengan cara lain. 


Seperti yang pernah saya singgung di postingan sebelumnya, bahwa Jani, bungsu saya ini bukanlah anak yang cemerlang secara akademik, terutama untuk pelajaran matematika atau segala sesuatu yang berhubungan dengan angka. Selama yang saya amati, dia sepertinya tidak pernah tertarik dengan angka, menjumlah, mengurangi, membagi .... membuatnya berpikir lama dan membingungkannya. Dan, yuppp .... pelajaran matematika di sekolahpun nilainya pas-pasan.

Jujur ... buat saya, emaknya ini, ketidaksukaan Jani dengan pelajaran matematika, tidak masalah sama sekali. Saya sangat paham, tiap orang memiliki ketertarikan sendiri-sendiri. Tugas sayalah sebagai orang tuanya untuk bisa mengenali dan menggali  potensi-potensi terbaik miliknya.

Tetapi ... di sekolah umum, dengan sisitem pendidikan yang masih berbasis angka (bahwa angka masih menunjukkan tingkat kemampuan siswa) dan masih "mengelompokkan" beberapa pelajaran sebagai mata pelajaran utama (beranggapan bahwa mata pelajaran utama di SD adalah mata pelajaran yang di "UN" kan, yaitu matematika, bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Alam), maka mau tidak mau, ada peraturan tidak tertulis bahwa ketiga mata pelajaran tersebut "harus" dikuasai oleh para siswa. Masalah sebenarnya. Tapi masalah ini menjadi tantangan buat saya dan Jani.

Waktu saya sampaikan ke Jani bahwa pelajaran matematika adalah salah satu pelajaran utama yang nilainya sebagai indikator untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SMP), maka ... saya memintanya untuk belajar menyukai pelajaran ini. Jangan "memusuhinya" dulu. Karena kalau sudah membentengi hati dan pikiran dengan rasa tidak suka/senang, sulit untuk memulainya dengan baik. 

"Kalau gitu, aku dicarikan guru les aja bun". 
"Guru les matematika?'', sahut saya.
"Iya. Tapi ... guru lesnya jangan galak, yang sabar juga. Nanti aku malah nggak bisa belajar kalau gurunya galak".


Kenapa bukan saya yang mengajarinya? Iyaa ... Jani tahu banget, kalau emaknya ini kadang gak sabaran untuk mengajarinya, jadi kadang lebih banyak keluar tanduknya. Emak lelah, anaknya gak mudeng-mudeng hahahahaha ...

Maka, itulah solusi terbaik saat ini. Mencoba belajar dengan orang lain. Berharap akan memberikan nuansa baru yang berbeda. Saya kontak langganan saya, pak Miftah pemilik les belajar La Thanza, untuk mencarikan tentor belajar buat Jani dengan persyaratan yang dimauin Jani, gurunya nggak boleh galak dan sabar. 

Dan malam tadi, les pertama di mulai. Sebelum les dimulai dan menunggu mbak Vina, tentornya datang, ada saja yang dilakukannya untuk menghindar. Mulai dari ingin ikut Ayahnya pergi, makan es (malam-malam coba) yang menyebabkan bajunya basah dan harus ganti lagi. Bolak balik keluar rumah, mengajak Rara, teman sebelah rumahnya, untuk menemaninya belajar (ini saya larang, karena ini hari pertama, saya ingin proses perkenalan Jani dengan tentornya, mb Vina, berjalan lebih privat) sampai di awal-awal belajar, meminta saya untuk menemaninya (ini juga saya tolak ... saya ingin dia belajar menghadapi situasi yang baru, yang mungkin tidak membuatnya nyaman), ima kali keluar masuk kamar untuk mengambil barang atau melakukan sesuatu yang remeh temeh, hahahahaha ...

Setelah melewati masa-masa transisi tadi ... setengah jam berikutnya ... saya tidak melihatnya keluar masuk kamar lagi ... saya juga mendengarnya berkomunikasi aktif dengan tentornya dan ... jam delapan setelah selesai, Jani keluar dengan wajah tersenyum dan mata berbinar.

Sekali-kali narsis ama Pohon Kebaikannya

"Ternyata gak sulit kok bun belajar matematikanya. Mba Vina juga baik, sabar ... jadi aku cepet mudeng".

Hahahaha ... syukurlah, Alhamdulillah.

Belajar dari hal ini, saya tekankan ke Jani bahwa jangan menghindar terlebih dahulu untuk hal-hal yang tidak kita sukai. Kadangkala, dibalik itu semua ada hal menarik yang kita tidak pernah tahu. Jangan kalah dulu dengan bayangan dan pikiran yang menakutkan. Selama kita mengerjakannya dengan hati bahagia, maka itulah yang kita dapati. 

Jangan menunggu bahagia untuk melakukan sesuatu menjadi baik, tapi berbahagialah melakukanya, maka semua akan baik-baik saja.

Dan Jani memilih untuk berani menghadapinya. Good girl!



#tantangan_hari_ke_10
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa



Harga Sebuah Kejujuran (Day9)



Bismillahirrohmanirrohiim ...

Hari kesembilan.

Berkata jujur adalah perbuatan baik yang sering kita abaikan karena pertimbangan banyak hal dan rasa. Kadang memilih untuk tidak melakukannya, meski kita tahu bahwa itu salah.Berkata jujur memang butuh keberanian .... karena tidak semua orang mau menerima kejujuran kita.


Jujur adalah salah satu sikap yang selalu saya tanamkan ke anak-anak. Harga mati, tidak bisa ditawar. Karena buat saya nilai seseorang bisa dilihat dari kejujuran perkataan dan perbuatannya. Kejujuran juga menjadi parameter kebaikan orang. Dan menjadi orang baik, menurut saya adalah sesungguhnya fitrah kita sebagai manusia.

Kejujuran mungkin menjadi berat untuk dilakukan orang karena banyak yang tidak bisa menerima kejujuran dengan hati terbuka dan kepala yang dingin. Kadang, kejujuran memang menyakitkan, nggak enak untuk didengar dan dilihat. Bahkan seringkali, kita yang justru merasakan pahitnya bicara jujur. Mulai dari tidak disukai, dikucilkan, dibenci .... Tapi, memang itulah harganya. Tidak murah memang.


Hari ini Jani cerita kalau dia harus meyakinkan temannya untuk berkata jujur terhadap sesuatu yang sudah dilakukannya. Sesuatu yang menurut Jani tidak benar. Meyakinkan temannya, Cindy, kalau dia jujur, maka ketakutan dan rasa malunya adalah hal yang biasa. Meski kata Jani, awalnya temannya sangat berat untuk berkata jujur, akhirnya mau tidak mau harus mengakui kalau itu adalah perbuatannya. 

"Kok, susah banget ya bun tinggal ngomong aja kalau memang dia yang melakukannya?"
"Mungkin malu dek", pancing saya.
"Ya ... mau gimana? Daripada kayak tadi, sudah ngotot-ngotot bilang nggak, ngaak ... eh taunya emang benar dia. Itukan yang lebih malu bun".
"Untung tadi Cindy mau ngomong jujur ... tak kasih tau bun, buat jujur aja. Kalau nggak jujur, nanti dosanya dicatat malaikat dan nggak bakalan dikabulin doa-doanya sama Allah, ya kan Bun?"

Hehehehe ... saya memang sering bilang ke Jani, dan juga kedua kakaknya bahwa JUJUR adalah hal utama dalam hidup. Kalau kita sudah terbiasa tidak jujur, bagaimana Allah akan melimpahkan berkah dan rahmatnya untuk kita? Ntar hidup kita bakalan susah terus, nggak nyaman dan nggak enak banget. 
Dan itulah yang "nancep" ke Jani. 

Senangnya, Jani mulai menunjukkan kecerdasan spiritualnya. Memahami hakekat dari sebuah perbuatan baik dan buruk. Dia juga memahami bahwa sebuah perbuatan ada akibatnya. Dan kita harus siap dengan akibat dari perbuatan itu. Dan mencoba memilih hal yang bener meski resikonya tidak lebih baik. Secara emosional dan intelektualpun,  dia mampu memahami perasaan temannya dan menempatkan dirinya dengan baik dan benar. Menyampaikan dengan baik apa yang menurutnya benar tanpa memaksa temannya untuk melakukannya. 

Semoga kelak, selalu berpegang teguh dengan nilai-nilai kebaikan dalam hidupmu ya Nak.

#tantangan_hari_ke_9
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Rabu, 10 Januari 2018

Memberi Tanpa Pamrih (Day8)


Bismillahirrohmanirrohiim ...

Hari kedelapan.
Perjalanan tantangan yang sudah memasuki separuh dari sejumlah hari yang diminta. 
Proses belajar dan pembiasan terus berjalan dan dilakukan dengan setulus hati.
Pembelajaran tidak hanya untuk Jani, tapi juga saya, sebagai emaknya, harus bisa menjadi model yang baik untuknya. Terus melakukannya agar menjadi mahir. Dan kami berdua terus  belajar untuk melakukannya.

Hari ini Jani belajar berbagi dengan apa yang dimilikinya. Belajar melihat apa yang menjadi kesenangan dan kebahagian orang lain, dan mencoba untuk mewujudkannya.


  • Menyisihkan uang sakunya untuk membelikan mb Nayya (anak saya yang tertua), snack Nabati Hazel. 
  • Menyisakan makanan favoritnya (Takoyaki dan sejenisnya itu, maaf emak kudet, gak tahu namanya. Yang hafal, ya kacang atau ubi rebus hahahaha), untuk mb Danish (anak saya yang nomer dua) karena masih belum pulang dari les.
Padahal uang sakunya hanya pas untuk membeli satu Nabati Hazel, dan Takoyakinya pun dipandangin lamaaaaaa banget, seakan-akan gak sabar untuk segera berpindah ke dalam mulut dan perutnya. 

Tapi, Jani memilih untuk tetap memberi. 
Waktu saya tanya kenapa? 
"Ya pengen ngasih aja, bun. Ngasih kan gak mesti harus kenapa-kenapakan?"

Dueeeengggggg ... pukulan telak buat emak.

Yes Nak, betul. 
Hari ini sepertinya saya yang belajar dari Jani. Dia rela tidak jajan yang lain agar bisa menyisihkan uang jajajnnya hari ini, untuk beli Nabati Hazel kesukaan mb Nayya. Meskipun mb Nayya seringkali suka usil dan bikin dia sebal. Tapi saat dia ingin memberi, saya yakin ... tidak diingatnyalah saat-saat dia sebal dan marah disusilin mb Nayya. Yang dia tahu, mbak Nayya akan senang dibelikan Nabati Hazel kesukaannya.

Saya kadangkala masih sering terlalu banyak pertimbangan dan syarat saat akan memberi sesuatu. Apakah orang ini pantas menerimanya? Apakah tidak terlalu banyak? Dan apakah-apakah lainnya ...

Memberi itu gak perlu pake alasan. Memberi ya memberi.Memberi karena kita mampu dan dimampukan untuk itu.

Belajar banyaaak sekali dari Jani.
Belajar mebiasakan diri untuk melakukan kebaikan tanpa alasan.
Lakukan hanya karena alasan kebaikan itu sendiri. 


#tantangan-hari_ke_8
#kuliahbunsayiip
#game_level_3
#kami_bisa


Selasa, 09 Januari 2018

My Shinning Star, Jani (Day7)


Bismillahirrohmannirrohiim ...


Hari ketujuh.Apa yang membuat hidup kita menjadi penting dan bermakna?Apa yang membuat kita merasa bahagia saat melakukannya.Mengapa menjadi orang baik adalah penting dan perlu?


Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah landasan dari The Happiness Project nya Jani.
Perjalanannya dalam satu minggu ini, tidak hanya memberikan banyak hal baru buat Jani tapi juga sekaligus menbuat saya, emaknya merasa sangat yakin ... bahwa apa yang dilakukan di project ini memberikan banyak dampak yang positif dan pelajaran hidup yang sangat penting.

Kemarin, setelah saya selesai pertemuan dengan perwakilan orang tua kelas enam, saya masih punya waktu untuk menunggu Jani dan mb Danish pulang sekolah. Jani keluar lebih dahulu dibanding mb Danish, jadi kami putuskan untuk menunggu di sekolah saja sekalian sampai kelas mb Danish bubar.

Dan kadang kesempatan seperti ini, saya manfaatkan untuk ngobrol dengan wali kelas Jani, bu Tanti, yang masih belum pulang. Obrolan ringan seputar tingkah anak-anak sampai dengan perkembangan Jani tentunya. 

Sedikit terkejut dengan apa yang disampaikan bu Tanti tentang Jani. Terkejut saya lebih ke rasa gembira dan haru ... duh iya, saya mah emak-emak baperan hahahahaha ... 

Bu Tanti menjelaskan bahwa Jani adalah murid dan teman yang sangat menyenangkan. Sangat ringan tangan, berinisiatif untuk selalu membantu temannya, sangat mandiri dan bertanggung jawab. Bahkan Jani sempat bercerita ke wali kelasnya ini tentang tantangan-tantangan yang menjadi PR Bundanya dimana dia dilibatkan dan juga soal The Happiness Projectnya, soal berbuat baik.

"Terima kasih ya Bunda untuk didikannya ... saya sangat senang. Jani sering saya jadikan contoh untuk teman-temannya".

Duh, hati saya meleleh dan penuh rasa sykur, bukan karena Jani dan saya mendapatkan pujian dari wali kelasnya, bukan ... bukan itu ... tapi lebih pada apa yang dilakukannya memberikan manfaat untuk orang lain, teman-temannya.


Dan saya, bertambah meyakini bahwa tiap anak memang terlahir dengan fitrah masing-masing. Jani bukan anak yang cemerlang di bidang akademik, tidak seperti kedua kakaknya. Tapi Jani, anak yang sangat menyenangkan dan  memiliki rasa peka, simpati, empati dan tanggung jawab yang luar biasa.

Seperti hari ini, dia cerita ke saya ... di sekolah ... bila melihat bu Tanti sudah datang, maka dia akan menghampiri ke ruang guru dan menawarkan dirinya untuk membawakan tas atau buku ke ruang kelas. 
Dan malàm harinya, Jani juga mengajak anak tetangga sebelah rumah, Rara namanya, untuk menunggu ibu dan kakaknya pulang kerja sekitar jam sepuluh malam (Rara anak yatim, ayahnya meninggal sekitar 3 tahun lalu dan saat ini hanya tinggal dengan ibu dan kakaknya).

"Kasihan bun, masak Rara nunggu sendiri di rumahnya?. Kalau ada apa-apa gimana?. Nggak apa-apa ya Rara nunggu di rumah kita, sambil nunggu kakak atau ibunya pulang"



Yes, she's my Jani ... gadis baik hati kesayangan bunda 😙😙😙


#tantangan_hari_ke_7
#kuliahbunsayiip
#game_level_3
#kami_bisa


Senin, 08 Januari 2018

Jani Si Penyemangat (Day6)



Bismillahirrohmannirrohiim ...

Hari keenam.
Melewati hari yang keenam ini, Jani masih sering bertanya ke saya, apakah tindakannya itu termasuk kebaikan? Dia sepertinya agak bingung menilai tindakannya sendiri apakah sesuai dengan yang saya maksud. Okey, kita mundur sedikit ... saya harus kembali mengulang untuk menyamakan persepsi.

Saya jelaskan kepadanya bahwa tantangan ini bukan soal apakah menurut saya sebagai bundanya, benar atau salah. Tantangan ini soal kebiasaannya untuk berbuat baik dan membuat dirinya dan juga orang lain merasa bahagia. Tantangan ini soal mengajarkannya bahwa sekecil apapun kebaikan yang dilakukannya, patut untuk dihargai. Begitupun orang lain yang melakukan kebaikan kepada dirinya, maka belajarlah untuk menghargai. 


"Jadi ... adek mah gak usah ngerasa yg dilakukan adek tuh biasa-biasa aja. Teman-teman yang dibaikin dek Jani pasti senang. Kan berbuat baik juga bisa dengan cara berbicara yang baik ..."
"Contohnya ....?", sambarnya cepat.
"Ya banyak ... seperti bicara yang sopan ke Bunda, ke orang yang lebih tua. Berbicara yang baik dengan teman tidak menyakiti hatinya, menghibur teman ... "
"Wah ... berarti aku tadi sudah berbuat baik sama Axel, bun. Aku semangati dia karena dia takut maju ke depan kelas", matanya mulai berbinar.
"Good ... emang gimana adek nyemangatinya?", selidik saya. Emaknya pengen tahu donk.
"Ayo Xel, jangan takut, maju aja. Kalo gak bisa, gak apa-apa, gak dimarahin kok sama bu Tanti, yang penting kamu maju dulu. Aku dulu juga pernah maju dan gak tahu, tapi ndak apa-apa, malah diajarin kok. Gitu bun aku ngomongnya. Terus Axel maju deh ke depan kelas, nulis di papan tulis ngerjain soap matetika dan ya ampuuu , ngerjainnya salah ...."

Dan kamipun ketawa bareng .... hahahahaha 😆😆😆

Satu daun kebaikan untuk Axel ❤

Hasil dari obrolan after school ini memunculkan ide dari Jani kalo dia akan membuat sesuatu untuk The Happiness Projectnya. Waktu saya tanya apaan *duh, emak kepo ya hahahahaa .... katanya sih masih rahasia, karena masih dipikirin di kepalanya.

Huahahahhahaha ... siap Jendral, ditunggu ide yang di kepalanya deh😉😉😉.

#tantangan_hari_ke_6
#kuliahbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa




Minggu, 07 Januari 2018

Hal-hal Baru yang Menyenangkan (Day5)


Bismillahirrohmannirrohiim ...

Hari kelima.Apa yang paling menyenangkan dalam hidupmu?Pasti akan bermunculan hal-hal mulai dari yang simple sederhana sampai dengan yang wah luar biasa, yang akan menjadi pilihan banyak orang. Setiap orang punya hal yang berbeda, yang bisa membuatnya merasa senang atau bahagia. Boleh dan sah-sah saja kok.


The Happiness Project milik Jani ini, saya menitikberatkan bahwa berbuat baik adalah hal yang menyenangkan. Sekecil apapun itu. Bahkan saya seringkali menyampaikan ke anak-anak bahwa saya, emak mereka ini, lebih BUTUH anak yang baik dibandingkan anak yang PINTAR. Karena buat saya, baik itu menjadi urutan pertama. Baik itu harus menjadi karakter hidup yang kita pilih. Pintar itu bonus. Itu menurut saya ... dan saya sadar bahwa setiap orang pasti punya nilai hidup yang berbeda-beda dan saya menghormatinya.

Baik menjadi manusia itukan cakupannya luas banget. Berat kali rasanya kalau ngobrolan hal ini ke anak kecil usia 8 tahun. Meski kadang-kadang, saya merasa ngobrol dengan orang tua saat berbicara dengan Jani, hahahaha ...

Jadi, dengan misi emakya untuk melatih nak bungsunya ini menjadi sangat terbiasa dan senang tentunya dengan perbuatan baik ini, maka lahirlah The Happiness Project milik Jani. Iya ... saya seringkali mengulang-ulang kata senang dan bahagia ini, agar dia merasa bahwa berbuat baik itu memang menyenangkan yang dampaknya akan meyakinkan Jani bahwa perbuatan baik itu adalah kewajiban tanpa pamrih. 


Daun kebaikan di hari kelima 💙
Dan ... laporan Jani kemarin, karena dia masih berada di rumah eyang dalam esdisi nginap-menginap ini, bahwa hari itu (Minggu pagi) dia membantu mb Ida (asisten rumah tangga di rumah eyang) membawa belanjaan. Belajar naik angkutan umum (naik angkot) dan makan bubur ayam di pinggir jalan.

"Aku nggak rewel loh Bun", sambarnya sebelum saya sempet mengomentari.
"Bagus itu, kalau rewel malah nanti mb Ida repot donk".
"Kemarin, aku bantuin mb Ida bawain belanjaan. Itu termasuk berbuat baikkan, Bun?"
"Iya donk ... dek Jani, senang bantuin mb Ida?"
"Senang, mb Ida juga senang dibantuin aku. Buktinya aku ditraktir makan bubur ayam. Ternyata enak juga Bun bubur ayamnya. Padahal belinya bukan ditempat yang Bunda biasa beli. Mb Ida nggak tau tempatnya. Jadi ... yang ada aja kata mba Ida. Dan aku habis sate ususnya sampe tiga loh Bun", ceritanya tanpa jeda.
"Aku juga suka naik angkot, karena banyak anginnya. Cuma suka berhenti lama. Enakkan naik BRT, gede ... dingin juga karena pake AC. Kalo angkot nggak ada ACnya, tapi aku suka juga kok", sambungnya.

Wah, seru juga ternyata apa yang dilakukan Jani sama mb Ida (oia, mba Ida ini hadir di tengah-tengah keluarga besar kami, saat Jani berusia 4 bulan, dan sering juga bantuin saya momong Jani, jadi ... seringkali Jani nganggap Ida itu emak keduanya hahahaha...)

Tanpa sadar, Jani banyak belajar kemarin. 
Membantu orang lain, belajar memahami kondisi dan situasi yang baru dan juga mau mencoba hal-hal baru yang menyenangkan baginya. 
Saat bercerita dengan sayapun, matanya berbinar dengan mulut yang tak henti tersenyum.
Senangnya, melihat dia begitu antusias denga hal-hal yang sesimple itu.

Enjoy it my girl.


#tantangan_hari_ke_5
#kelasbunsayiip3
#game_level_3
#kami_bisa

Seribu Cerita Dari Dapur

Dapur? Ini bagian rumah yang tidak terlalu sering saya sentuh. Bukan karena tidak bisa masak, tapi karena memang saya tidak begitu suka ...