Kamis, 30 November 2017

Berani Tidur Sendiri (Day2)



Assalammualaikum wr wb ...

Setelah sukses jaya di hari pertama game level 2 tantangan 10 hari melatih kemadirian, masuk di hari kedua ini, jujur ... agak sedikit deg-deg'an. Takut mood Jani, si bungsu saya ini berubah. 

Hari pertama tantangan yang no drama, muullussss ... kayak wajah artis Korea, jujuuurrr ... jadi moodbooster banget buat emaknya untuk menjalankan dihari kedua dan seterusnya, sesuai dengan kesepakatan yang sudah saya buat dengan Jani.

Tapi, memang kadang mood itu berubah cepet banget. Dan Jani, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda yang bakal buat tantangan di hari kedua ini, tidak semudah seperti hari pertama.

Sepulang dari TPQ, Jani langsung pulang ke rumah Eyangnya, kebetulan tempat TPQ memang di belakang rumah Eyang, jadi tinggal ngesot, nyampe deh. Saya ditelponnya, memberitahu kalau dia mau tidur di rumah Eyang karena besok libur. Jani memang sering menginap di rumah Eyang kalau malam minggu. 

Kalau Jani ngotot untuk menginap di rumah Eyangnya, wah, bisa kacau nih program belajarnya ... 


"Adek benaran mau menginap di Eyang?""Iya, bolehlah ya bun. Kan besok libur?", rayunya."Wah, berarti ga bisa belajar mandiri dong buat berani tidur sendiri, malam ini?. Kan harus kita lewati selama tujuh hari dek""Hmmm ... ya udah deh, nggak jadi bobok di Eyang. Tapi, besok pagi-pagi, dek Jani main ke Eyang ya bun"."Boleh dek ... besok ke Eyangnya, Bunda anterin deh"



Yes, akhirnya ... malam ini proses belajar berlanjut. Karena besok libur, maka si bungsu ini meminta ijin untuk nonton televisi sebelum tidur. Okelah, emak mengijinkannya dengan syarat, sebelum nonton bersihkan dan siapkan tempat tidur dan sikat gigi terlebih dahulu. Jadi, kalau nantinya tertidur di sofa, emak tinggal gendong , pindahin ke kamar. Dan, nggak sampe 10 menit nonton televisi, Jani sudah tertidur.

Berhasil donk tantangan hari kedua ini? Hahahaha ... ternyata gak semulus itu. Sekitar jam 01.00 dini hari, tiba-tiba aja ada yang nyelonong masuk kamar bundanya. Si bungsu ini, ngetok pintu kamar, dan dengan cueknya langsung aja bobok. 
Waaaahhh ... alamat gagal total nih tantangan kedua. Jadi, si emak inipun mulailah mengeluarkan jurus, merayu membangunkannya dan mengajaknya untuk pindah ke kamarnya sendiri. Meski agak lama prosesnya dan dengan wajah yang bersungut, si bungsu ini akhirnya mau juga kembali ke kamarnya tidurnya sendiri. Yeeeeiiiiii .... Alhamdulillah. Meski, di waktu subuh selepas menjalankan ibadah dan menyiapkan beberapa kebutuhan pak suami yang mau berangkat ke Jogja , nih anak udah ada aja di tempat tidur bundanya, ngelanjutin tidur hahahaha .... 

Iya, di hari kedua ini, prosesnya tidak terlalu lancar. Nggak masalah ya dek, namanya juga belajar, gak selalu lancar jaya kan? Kalo lancar jaya, itu mah nama bis hehehehehe ... Tapi, yang menyenangkan buat saya, emaknya, Jani sudah mulai belajar untuk konsekuensi dengan apa yang sudah kami berdua sepakati sebelumnya. Menahan diri untuk tidak jadi menginap di rumah eyang, agar proses bejar mandirinya berjalan sesuai rencana, dan juga gak pake drama waktu harus dipindahkan kembali ke kamar tidurnya.

Good job honey bunny bunda .... kita belajar sama-sama ya. Semoga, di hari-hari selanjutnya, dek Jani semakin istiqomah buat belajar mandiri. 
Love love love dari emak ❤❤❤


#HariKedua
#Tantangan10Hari
#GameLevel2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihMandiri







Rabu, 29 November 2017

Berani Tidur Sendiri (Day1)



Assalammualaikum wr wb ...

Yeeeiiiii ... Akhirnya masuk juga di bulan ke 2 kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Ini berarti, saatnya memulai tantangan game level 2. Di game level 2 ini, kami para peserta ditantang untuk membuat program One Week One Skill dalam hal kemandirian. Tantangan ini boleh dilakukan dengan pasangan ataupun salah satu anak, selama minimal 10 hari berturut-turut dan maksimal tidak terbatas waktu, tergantung komitmen yang dibuat.

Untuk tantang kemandirian ini, ketiga anak saya, saya tawarkan terlebih dahulu, siapa yang kira-kira bersedia menjadi "project si Bunda" hehehehe. Dari ketiganya, anak saya yang paling kecil, Jani (8 tahun) yang paling antusias untuk bisa jadi bagian dari project bundanya. Wah, kebetulan juga sih sebenarnya ... karena ada beberapa hal seputar kemandirian, yang selama ini, saya anggap Jani belum mampu melakukannya dan hanya dapat saya "batin" aja, tanpa ada tindakan untuk merubahnya menjadi lebih baik. 

Banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satunya, sebagai anak paling kecil, si bungsu ini kadang memanfaatkan posisinya. Jadi lebih manja dan selalu ingin dilayani dan diperhatikan. Kadang, saya juga sih sebagai emaknya, masih kangen untuk "usel-usel" dia dan lebih banyak membiarkannya untuk bisa lebih manja. Yesss, tipikal emak-emak banget sebenarnyakan ya, yang ngerasa kenapa anak-anak ini tumbuh cepat sekali, dan rasanya belum bisa move on untuk lihat mereka tidak tergantung sama emak. Nah, Jani kadang tau banget perasaan emaknya yang lebay gini, maka semakin susahlah saya untuk bisa membuatnya menjadi lebih mandiri.
Jadi, pas bangetkan ya ... saat saya butuh penguatan untuk melatih kemandirian si bungsu ini, ccrriiiiiiinnngggg ... topik yang sama untuk tantangan di game level 2 ini. 

So, ini dia step-step yang saya lakukan dengan Jani demi suksesnya tantangan game level 2 emaknya.

  1. Mengajaknya berdiskusi menentukan apa yang akan kita lakukan di tantangan tersebut. Hasil dari obrolan saya dengan Jani, kami sepakat tantangan yang kami lakukan adalah :
    1. Minggu 1 : Belajar Tidur di Kamar Sendiri 
    2. Minggu 2 : Membereskan dan merapihkan kamar tidur
    3. Minggu 3 : Belajar mencuci piring
  2. Menyepakati konsekuensi apabila tantangan tersebut dilakukan/tidak. Adapun konsekuensi yang kami sepakati, apabila Jani bisa menyelesaikan tantangannya dengan baik, maka akan mendapatkan reward dibelikan satu buah buku cerita atau ditraktir makan (dia yang menentukani tempat makannya, duuuhhh ... hahahha baiklah). Tapi, apabila tantangan yang dilakukannya gagal, maka No gadget di hari Sabtu dan Minggu (Saya menerapkan aturan, gadget hanya boleh pada hari Sabtu dan Minggu atau hari Libur).
Saya memang mengajaknya untuk terlibat dalam membuat keputusan, agar Jani dapat lebih bertanggung jawab dengan tindakannya. Dan juga, agar si bungsu ini senang melakukannya tanpa merasa terpaksa atau beban.

"Kapan dedek mulai tidur di kamar sendiri?"
"Kalau malam ini, dek Jani ... mau?
"Mau" 
"Oke ... gimana kalau kita ganti spreinya dek?"
"Aku yang pilih ya Bun. Oia, aku mau ambip sarung sekalian, buat tidurnya".

Dan Janipun langsung mengajak saya ke lemari untuk memilih seprei yang dia mau dan belajar memasang seprei, sarung bantal dan guling sekalian. Saya dimintanya untuk foto dan memvideokan apa yang dilakukannya (malah emaknya hampir lupa loh hahahaha ...). Seneng sih si emaknya liat dia antusias. Pertanda baik, hehehehe .... Γ  

Setelah urusan memasang seprei, sarung bantal dan guling
selesai, si bungsu ini mengajak mba Danish untuk masuk kamar, dan mendengarkannya cerita. Sudah ngantuk sepertinya. Nah biasanya, pas di momen ini, Jani akan rewel untuk masuk ke kamar saya dan minta saya "ngelonin"nya. Atau meminta Ayahnya untuk mngelus-elus punggungnya sampai dia tertidur. Biasanya yang terjadi, saya akan mengeloninya sambil ikut tidur pula atau Ayahnya akan senang hati mengelus-elus punggungnya dan ikut tertidur juga. Jadilah, si bungsu ini akan tidur sampai pagi di kamar kami. Dan itu selalu seperti itu hampir tiap malam.

Tapi, malam ini ... saya mengamatinya dari ruang keluarga, lebih tepatnya mendengar pillow talk mereka berdua (Jani dan mb Danish) soal teman-teman sekolahnya sampai akhirnya suara mereka tidak terdengar lagi. Sudah tidur ternyata. Yeeeiiiiii .... hari pertama tanpa drama dan Jani sangat kooperatif sekali. Good girl, honey bunny nya Bunda.


Tidur dengan sarung kucel yang setia nemenin 😁


#HariPertama
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian




Mendadak Single Fighter

Single Fighter?
Seringkan dengar istilah ini? Kalau menurut kamus Inggris-Indonesia https://kamuslengkap.id, single fighter artinya adalah berjuang sendiri. Pejuang tunggal kalo Google bilang. Iya ... sendirian, sorangan, dhewean, pemain tunggal .. 
Apa asyiknya ngobrolin single fighter ini? Banyak orang yang sudah bahas jugakan?
Sssstttt ... kalo disangkautpautkan sama kehidupan berumah tangga, bahas single fighter ini, gak cukup sehari semalam, bisa tujuh hari tujuh malam loh ...

Senin, 20 November 2017

Bahagia itu sederhana, mak ...

Apa sih yang bisa membuat saya merasa sangat spesial dan bahagia? Pak suami yang tiba-tiba romantiskah? atau berat badan yang dratis turun?*ngga mungkin banget ini mah ...  bukan itu semua. It's so simple. Hanya saat Nayya, si ABG saya ini bilang bahwa dia jauh lebih menyukai emaknya yang sekarang. Buatnya, emaknya yang sekarang ini, jauh lebih menyenangkan ... lebih keren! Yeeeiiiiii ...



Sabtu, 11 November 2017

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif (Hari ke 10)

Wah, tiba juga di akhir tantangan. Ini adalah tantangan di hari ke 10. Dan saya rutin 'menyetor' tugas, meski in last minutes. Dan si emak ini keplok tangan untuk diri sendiri πŸ˜‚πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ».

Hari ini, saya masih berdua dengan si ABG ini, perjalanan menuju Jakarta menyusul si Ayah dan dua adiknya yang sudah dulu sampe. Dari kemarin berdua, lumayan juga waktu saya buat ngobrol dengan Nayya. Mulai dari obrolan ngalur ngidul sampe obrolan serius. Mulai dari obrolan jaman dulu sampe jaman now πŸ˜„.

Dan itu membawa saya flashback belasan bahkan puluhan tahun lalu. Dimana saya pernah punya pikiran hanya mau punya satu anak saja. Nggak lebih. Karena pasti ribet kalau punya banyak anak. Saya bukan tidak suka anak kecil, bahkan anak kecil senderung suka sama saya. Tapi, saya merasa, saya gak suka diribetin sama urusan anak-anak kecil. Banyak sekali hal-hal kecil yang kudu diperhatikan. Kudu prepare banget kalo mau pergi atau melakukan kegiatan A atau B. Aaaarrrgghhh ... intinya ribet!. Itupun selain ingin anak cuma satu, saya juga minta sama Allah, anaknya kalau bisa laki-laki aja. Kayaknya asyik, gak ribet.

Alhamdulillah ... saya dikasih Allah, tiga anak perempuan πŸ˜„πŸ˜πŸ˜Š.

Anak perempuan saya, Nayya si ABG ini, justru menjungkirbalikkan segala hasrat dan impian-impian saya.  Kehadirannya, merupakan titik balik hidup saya. Dari yang sangat berambisi mengejar karir sampai yang akhirnya, bekerja sebagai sampingan.

Nayya usia sekitar 6/7 bulan
Proses kelahiran yang sampai saat ini buat saya speechless, mengikuti tumbuh kembangnya, dari mulai lahir hingga sekarang sudah 12 tahun dan sudah memasuki akil baligh, sungguhlah sebuah perjalanan hidup yang luar biasa. Segala macam ilmu dan teori parenting waktu pertama kali menghadapi tantrum dan hiperaktifnya, tak ada yang melekat, menguap. Belum lagi harus tetap fit, waspada, happy dan yang terpenting tetap waras, di saat anak tiga ini sakit bergiliran atau bersamaan.

Huufttt .... just think again if you say "You are not a worker, just a mother, right? Hellooowwww .... buat saya, emak yang sudah memasuki usia lebih dari 40 tahun ini, dan punya tiga anak perempuan, yang usianya berdekatan, rasanya waktu 24 jam itu ga beda dengan 1 jam, cepeeeeet benerrrr. Tiba-tiba aja sudah pagi lagi (jangan tanya juga ya soal tidur yang tiap 5 menit bisa kebangun karena dengar bunyi sesuatu yang jatuh? Tidur nyenyak? Sampe sekarang aja masih belum pernah ngerasain lagi *puk puk sendiri aja deh ... 🀣😊.

Sampe sekarang, si emak ini masih bekerja di ranah publik. Dan itu menambah jadwal bertambah dan istirahat berkurang. Tapi nikmatin aja.

Saya terus berusaha untuk sebisa mungkin lekat dengan mereka. Sampai saat ini, mereka ga pernah protes dengan waktu saya, entahlah ya kalau dalam hati protesnya. Saya benar-benar mengatur jadwal saya agar saya tetap bisa ada bersama anak-anak di saat-saat penting mereka.

So, soal ilmu parenting ini tidak akan pernah selesai untuk dipelajari, terutama untuk saya. Karena saya ingin selalu bertumbuh bersama mereka, anak-anak saya, yang meski kadang bikin emosi meledak-ledak, namun juga mampu membuat saya menjadi lebih berarti.

So, never stop learning.
To be a good mother, stop complainning, and just counting my blessing πŸ’•

#Hari10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 10 November 2017

Tantangan 10 hari Komunikasi Produkti (hari9)

Hari ini menghabiskan waktu berdua dengan Nayya. Karena si Ayah dan dua adiknya, sudah berangkat lebih dulu ke Jakarta untuk menghadiri pesta pernikahan om mereka. Si Emak dan ABG ini, akan menyusul besok selepas pulang sekolah.

Kamis, 09 November 2017

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif (hari8)

Malam ini, tidak ada hal khusus yang mau saya bicarakan sama Nayya, si ABG saya. Jadi, setelah dia menyelesaikan PRnya dan meminta ijin ke saya untuk boleh menghidupkan gadget (dia mau ngecheck pesan-pesan temannya di Instagram) saya membolehkannya selama 30 menit. Saat itu juga saya manfaatin untuk ngobrol apa saja sama dia.


Rabu, 08 November 2017

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif (hari ke 7)

Mengkomunikasikan apa yang saya inginkan, sebagai emak dari si ABG ini, kadang tidak harus dengan kata-kata. Saya sering menggunakan body language, bahasa tubuh saya ke Nayya untuk dia lebih memahami, apa sih sebenarnya yang ingin saya sampaikan atau maksud saya. Kadang saya merasa, dalam perbincangan saya dan dia, bahasa tubuh saya lebih efektif.



Kapanpun bisa berduaan,
disempatkan ngobrol
Badan si ABG ini sudah hampir sama besarnya dengan si emak😏. Meski terlihat cuek, tapi pada saat saya memeluk, memberi ciuman sayang dan sekedar "kruntelan" saja, Nayya terlihat senang (seringkali adiknya yang paling kecil, Jani, tidak begitu suka kalo si kakak ini sudah mulai "ndusel-ndusel" emaknya. Sepertinya enggan berbagi diaπŸ˜‚). Sering, kami berempat, perempuan semua ini, saling "kruntelan" (mungkin kata yang tepat dalam bahasa Indonesia adalah bercengkrama ya untuk istilah kruntelan ini πŸ˜‚), dan biasanya saat seperti itu, saya memperbanyak mempraktekan menjadi pendengar yang baik, yang antusias dengar cerita-cerita mereka. Biasanya mereka rebutan, untuk segera bercerita dan mentertawakan hal-hal lucu dari cerita mereka bersama-sama 😍😁.

Pagi ini, saya paham ... Nayya tertidur semalam dan
Hasil tes yang ga mengecewakan ☺
sepertinya, apa yang dipelajarinya semalam, belumlah selesai. Padahal paginya, ada test harian. Wajahnya sedikit galau dan sisa-sisa mengantuk masih terlihat (oh ya, untuk pengambilan foto, saya lebih banyak gak berhasil karena si ABG ini seringkali ogah saat emaknya, atau adiknya, siap mengambil fotonya).
Saya gak mau membebani dia dengan pertanyaan soal belajarnya semalam. Saya cuma bilang "Nanti pas ngerjain test, jangan lupa berdoa ya mbak. Semoga nanti dimudahkan oleh Allah". Kalau dulu, mungkin saya langsung nyerocos ngomentarin belajarnya semalam yang gak kelar karena dia keburu tidur, dan disambung dengan gimana caranya dia bisa ngerjain tes kalo dia gak belajar, apa bisa?
Duh, inget yang begini ... saya bayangin kalau saya jadi Nayya, saat semalam sudah kebablasan tidur karena capek, trus paginya dapat "semprotan" dari si emak yang nyaring benar ngomong, ngerasa ga yakin bisa mengerjakan tesnya, pastilah rasanya jadi bete luar biasa (maafin emakmu yang dulu ya mba Nay πŸ€πŸ˜—).

Sering sebagai orang tua, saya kebablasan dalam menjalankan peran. Kadangkala dalihnyapun bermacam-macam yang intinya, (MERASA) untuk kebaikan anak. Benarkah?
Awal saya mencoba untuk mempercayai kemampuan anak, seperti dalam proses belajar atau diberi tanggung jawab untuk mengerjakan sesuatu, ada rasa was-was yang luar biasa akan hasilnya. Takut hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi saya sebagai orang tuanya. Tapi sekarang, meski masih dalam proses dan terus belajar, saya belajar mempercayai kemampuan mereka untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Dan selama ini yang saya lihat, mereka mampu dan bahkan seringkali melakukan hal-hal di luar yang saya perkirakan! Hasilnya .... bagus!

Karena pada dasarnya saya sangat senang memeluk, anak-anakpun saya ajarkan bahwa kadang orang sering merasa lebih "hangat" dengan pelukan. Pelukan, sentuhan, mimik wajah, senyuman ... kadang jauh lebih bermakna daripada kata-kata yang diucapkan. Saya sudah sangat mengurangi mengucapkan kata-kata yang tidak perlu. Buat saya sebagai si emaknya ABG ini, lebih baik saya diam daripada kata-kata saya tidak bermakna, mubazir.

Saya sering memperlihatkan ke anak-anak, saat saya memeluk Ayahnya. Oh ya, untuk kasus pak suami ini, karena dia tipikal yang tidak ekpresif soal yang beginian, awal-awal seringkali terlihat kaku tapi karena sudah sering dilakukan (yeep, saya kadang lupa memberikan pelukan ke pak suami karena dia harus segera bernagkat dan saya masih asyik uplek di dapur, hahahahha), lambat laun, pagi kami kadang terasa hambar kalau belum saling memberi pelukan hangat. Dan ini seringkali jadi obat mujarab, saat saya agak bete dengan sikapnya, maka pagi itu bisa mencair. That's the power of your body language, right? Dan pelukan pertama saya untuk anak-anak adalah saat membangunkan mereka tidur. Mereka bangun dengan jauh lebih tenang, dan sayapun bisa memulai hari dengan jauh lebih bahagia (karena gak pake marah-marah dan teriak tentunya).

We ara One Tim
Sejatinya si ABG inilah guru saya πŸ˜—

Pada dasarnya, saat saya ingin mengajarkan anak sesuatu, sejatinya sayalah yang sedang belajar. Seperti dengan Nayya, saya jadi belajar untuk lebih sabar, berbicara lebih halus, belajar konsisten, dan hal-hal baik lainnya yang saya upayakan bisa menjadi contoh buat dia.

#hari7
#gamelevel1 
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 07 November 2017

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif (Hari ke 6)

Alhamdulillah ... akhirnya sampai juga di hari ke 6 Tantangan 10 hari Komunikasi Produktif di kelas Bunda Sayang batch#3 Jawa Tengah. 

Senin, 06 November 2017

Tantangan 10 hari Komunikasi Produktif (hari ke 5)

Untuk tetap menjaga komitmen, adalah sebuah tantangan. Memang bukan perkara gampang tapi tidaklah sesulit yang dipikirkan orang. Selama kita tau apa tujuan yang ingin kita capai, Insya Allah, semua akan berjalan dengan lebih mudah. 


Minggu, 05 November 2017

Tantangan 10 hari Komunikasi Produktif (hari ke 4)

Bernegosiasi dengan Nayya, si ABG ini, susah-susah gampang. Boro-boro deh ada kesepakatan antara saya, emaknya, dengan Nayya. Yang sering mah, emaknya jadi ngomel-ngomel dan si ABG ini akan pasang tampang lempeng.


Karena hari ini hari Minggu, tidak ada jadwal kegiatan rutin. Dan hari ini juga kami tidak ada jadwal keluar rumah. Setelah sholat Subuh, saya, Nayya dan Danish melanjutkan tidur dan bangun kembali jam 7 pagi 😁😊.  Kalau si Ayah mah, sudah meluncur bersama sepedanya sejak jam 5 pagi tadi. 
Saya keingetan untuk packing (sampe sekarang belum satu bajupun yang masuk koper) karena besok weekend, kami sekeluarga akan menghadiri acara pernikahan saudara. Dan, Nayya, Danish dan Jani belum punya baju untuk pesta itu. Saya sampaikan ke mereka, cukuplah untuk memakai baju yang sudah ada, tidak perlu membeli. Tetapi, setelah mereka membuka lemari pakaian akhirnya memutuskan untuk membeli. Nah, disinilah kesepakatan saya sama mereka. Boleh beli baju, tapi pake uang sendiri ...

Awalnya sih mereka ga mau. Tapi, si emak ini langsung "nyamber" ... karena ini bukan hal yang urgent dan membeli baju itu sebenarnyakan kemauan mereka sendiri, jadi ya mereka harus menanggungnya. Kecuali untuk hal yang sifatnya wajib, seperti baju seragam, baju lebaran, nah itu baru deh tanggung jawab saya sebagai emaknya. 
Selain kesepakatan untuk membeli baju dengan uang mereka sendiri, kami juga sepakat untuk hunting baju tersebut setelah segala tugas sekolah, PR dan menyiapkan buku untuk besok , rampung dilaksanakan. Selain tugas mereka selesai, saya juga harus menyelesaikan urusan domestik saya dulu. Saya selalu mebiasakan seperti itu, bepergian dengan kondisi rumah rapi dan tugas-tugas sekeolah sudah selesai. Karena PR Nayya sudah diselesaikan sebelumnya, maka saya minta si ABG ini untuk membantu saya di dapur, agar kerjaan domestiknya bisa segera tuntas dan kami bisa segera pergi.

Traaadddaaaaa ...yang ada, dapur saya berantakan meski dia berhasil juga menggoreng gembus dan enak πŸ€£πŸ˜†. Setelah semua pekerjaan domestik selesai, maka kamipun siap berangkat. Toko yang kami tuju, tantangan sekali dapetin parkirnya, maka dari toko tersebut ke parkiran mobil, kami berjalan . Pada saat perjalanan pulang, Jani, minta di digendong sampai ke parkiran mobil. Cukup jauh memang. Nayya langsung nyodorin punggungnya "Ayo dek, tapi anteng ya kalo di gendong" 😍😍

Waktu tak tanya, emang mb Nayya gak capek gendong dek Jani? 
"gaklah bun. Dek Jani badannya kan kecil. Lagian kan aku kakaknya, ya aku harus jaga dia"


Anjani girang. Emaknya meleleh deh denger jawaban Nayya πŸ˜—πŸ˜™











#Hari4
#levelgame1
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 04 November 2017

Tantangan 10 Hari Komun8kasi Produktif (Hari ke 3)

Berkomunikasi dengan si ABG ini memang lebih banyak menguji kesabaran. Moodnya yang turun naik, benar-benar membuat saya, emaknya, harus pintar-pintar mencari bahan pembicaraan agar komunikasi kami lancar.


Saat saya ajak Nayya bicara, ada dua adiknya bersama kami. Mereka juga ikut ngeriung ... dan suasananya lebih tepat seperti girls hangout nih πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚. Ini kesempatan saya juga untuk menjelaskan ke adik-adiknya, Danish dan Jani, tentang pentingnya sayang dan rukun dengan saudara, bahasan yang saya dan Nayya obrolin kemarin malam. 
Saya mengambil sikap untuk diam dan mendengarkan ocehan mereka tentang kakaknya. Danish yang sebal dengan usilnya Nayya dan Jani yang ga suka dengan cara bicara kakaknya, pada saat saya pancing mereka tentang pendapat mereka mengenai kakaknya. 

Saat mereka asyik saling menilai dan membantah atas kesan dan pernyataan saudaranya, saatnya nih, si emak beraksi 😁😁😁 .. saya sampaikan  ke mereka bahwa seperti apapun kelebihan dan kekurangan saudara yang kita miliki, kita harus menerimanya dengan penuh cinta. Ikatan saudara itu tidak boleh mati. Saling menghormati, menghargai dan mencintai saudaranya. Saya selipkan juga bahwa saya dan Ayahnya berharap sekali, mereka tiga bersaudara ini, tetap rukun dan saling sayang satu sama lain hingga kelak mereka dewasa nanti dan kami orang tuanya sudah tidak ada lagi. 
Meski seringkali tingkah laku, perkataan dan sikap saudara kita menyakitkan, maka sediakan.lah ruang maaf untuknya. Jangan pernah bosan untuk saling menyanyangi satu sama lain.
Reaksi Nayya dan dua adiknya???? Langsung riuh rendah πŸ˜πŸ€£πŸ˜….

Nayya tetap bersikeras bahwa adik-adiknya yang lebih nyebelin dibandingkan dia. 
"Bete banget bun, tiap saat harus ngalah sama mereka, padahal mereka loh yang seringkali cari masalah"
Hahahaha ... iya sih, si emak ini seringkali bilang "ngalah donk mbak, sama adik ini, kamukan udah gede".
Iya, itu dulu senjata si emak buat meredakan suasana dan situasi, kalau mereka sudah mulai berantem 😣😁
Tapi malam ini, saya jelaskan ke Nayya bahwa itulah sebagian dari tanggung jawabnya sebagai kakak. Bahwa Allah yakin dan percaya, Nayya mampu menjalankan peran tersebut dengan baik. Saya yakinkan Nayya juga, dulu pada waktu dirinya seumuran adiknyapun, sikapnya sama. Jadi, semua ada masanya. Belajar memahami.
Reaksinya?  Emaknya sih ga yakin 100 % Nayya memahami, tapi setidaknya dia mengetahui alasan kenapa dia diminta untuk bersikap mengalah.

Gak apa-apa. Pemahaman memang seringkali tumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Tidak perlu dipaksa. Yang terpenting saat ini, saya sebagai orang tuanya harus mampu memberikan alasan dan jawaban yang tepat atas sebuah tindakan atau peran. 

Dan perbincangan girls hangout kami di atas tempat tidur itu, bubar saat si Ayah masuk kamar πŸ˜‚. Sebelum mereka meninggalkan kamar saya, pelukan dan kecupan hangat dari Nayya, Danish dan Jani, merupakan bukti bahwa perbincangan kami malam ini, cukup berhasil. Good girls πŸ’“πŸ’“πŸ’“.


Note : Cuma berhasil ambil foto Jani, karena Nayya dan Danish langsung kabur saat si emak bilang, ayoooo foto dulu donk 🀣🀣🀣😁








#hari3(04/11/2017)
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 03 November 2017

Tantangan 10 hari Komunikasi Produktif (hari ke 2)

Memulai membuka percakapan dengan si anak ABG ini, memang penuh tantangan. Hari ini, sepertinya mood Nayya tidak begitu bagus, jadi tanggapannya biasa saja bahkan cenderung dingin saat memulai pembicaraan πŸ˜‘πŸ˜‘πŸ˜‘. Wah, si emak sudah mulai agak-agak kepancing juga sih awalnya ... pengennya masuk kamar dan selonjoran aja.

Meski awalnya komunikasi si emak dengan ABGnya ini tersendat, ada moment dimana Nayya dan saya keluar bareng untuk membeli kebutuhan pribadinya. Kesempatan saya nih buat bisa ngobrol, meski di dalam mobil dan waktunya terbatas.

Memulai dengan menanyakan perasaannya saat itu (tampangnya agak-agak jutek gitu, jadi selain kepo, si emak juga mau mencoba mencairkan situasi sih ceritanya 😊), dan sekaligus memutar lagu lamat-lamat dari tape mobil, Nayya mulai ngomong meski sepotong-potong. Tidak seantusias kemarin. Menjawab pendek tanpa berminat untuk bicara lebih lanjut.
Memang harus sabar ya, menghadapai anak yang swing mood nya tinggi. Dan Nayya termasuk salah satunya. Mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan group musik yg lagi digandrunginya, sedikit membantu untuk dia untuk lebih terlibat dalam perbincangan.

Obrolan kami malam ini seputar dirinya sebagai anak pertama. Saya kasih kesempatan Nayya terlebih dahulu untuk bicara tentang perasaannya sebagai anak pertama. Apa yang selama ini dia rasakan. Merasa terbebanikah? Meski belum lancar dan lepas mengutarakan perasaannya, saya paham bahwa Nayya ga suka terlalu dipaksa melakukan sesuatu yang dia ga begitu menyukainya. Dia juga ga suka bila diminta untuk selalu mengalah dengan adik-adiknya. Dia mau, saya sebagai emaknya dan adik-adiknya tahu dan mengerti sifat-sifatnya, jd kalau dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan yang diharapkan, kita semua memahaminya kenapa dia melakukan hal tersebut.

Okeey, mendengar apa yang dirasa Nayya, saya mencoba berada dalam posisinya dimana menjadi anak mbarep yang memang seringkalu dituntut secara tidak langsung, menjadi contoh baik dan sempurna untuk adik-adiknya.
Saya menyimak kekesalan yang dia utarakan, saya coba pahami kedudukannya.
Saat Nayya sudah selesai mengutarakan perasaannya, saya sampaikan bahwa saya dan ayahnya, sebagai orang tuanya berharap Nayya memahami dan menerima apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai anak mbarep.
Bahwa dengannyalah, kami orang tuanya kelak akan menitipkan adik-adiknya bila kami sudah tidak ada. Maka wajiblah hukumnya bagi mereka, kakak beradik ini untuk saling menyayangi satu sama lain. Selalu membantu dan saling rukun. Meski saat ini seringkali yang terdengar pertengkaran--pertengkaran yang memancig emaknya untuk seriosa dengan nada sopran.


Malam ini saya belajar untuk lebih mendengar Nayya, bukan hanya sekedar mendengar, tapi benar-benar menyimak. Saya juga belajar bahwa saya harus bisa menyampaikan apa yang saya mau sebagai orang tuanya. Anak juga berhak untuk mendapatkan alasan kenapa ini boleh atau tidak. Bukan hanya tau takut salah, dosa .... semua sdh ada Setidaknya Nayya paham, kenapa kami  orang tuanya, berharap lebih banyak kepada dirinya. Tanggung jawab sebagai pengganti orang tua, otomatis akan jatuh ke pundak si anak mbarep.
Tanggung jawab yang tidak kecilkan ya.

Obrolan di dalam mobil itu cukup singkat.
Gak banyak sebenarnya yang bisa kami bicarakan. Tapi, waktu yang sedikit itu bukan penghalang untuk kita berkomunikasi. Yang terpenting dari komunikasi adalah pesan yang ingin kita sampaikan, sesuai dengan apa yang kita mau.  Dan malam ini, saya mendapatkan "pesan" dari si ABG saya. Terima kasih ya mb Nayya, kita sama-sama belajar ya nak πŸ˜—πŸ˜—πŸ˜—

#hari2 (3/11/2017)
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliqhbunsayiip

Kamis, 02 November 2017

Level 1 Tantangan 10 hari komunikasi produktif (hari 1)

Tau donk ya rasanya ngomong sama anak ABG jaman now? Hhuufftttt .... rasanya nano-nano *eits, ini ga permen kok, tapi beneran rasanya rame banget. Campur aduk!Gado-gado aja kalah rame ... 😁


Jadi, gimana dong cara komunikasi dengan anak ABG ini? Biar saya sebagai emaknya tidak selalu jantungan, gregetan, gemes, dan tensi tinggi kalau lagi diajak bicara.

Daaaan ... tantangan di game level 1 kelas Bunda Sayang (BunSay) yang saya ikuti di IIP, adalah mengenai Komunikasi Produktif dengan salah satu anggota keluarga. Mencermati, hal-hal menarik apa saja yang terjadi saat komunikasi berlangsung dan perubahan-perubahan yang terjadi selama komunikasi itu berlangsung. Dan hal tersebut dilakukan secara konsisten selama 10 hari berturut-turut. Jelas, ini tantangan besar buat saya yang lebih sering gak konsisten. Tantangan juga, karena saya sebenarnya tipikal yang tidak sabar, ingin segera cepat dikerjakan, dan si ABG itu, duuuuuuuhhh ... gayanya yang nge'slow' gitu, benar-benar nyulut emosi deh πŸ˜‚. Tantangan ini passss banget buat saya, emaknya dan si ABG ini, yang bakalan jadi tokoh di project tantangan kali ini

Nayya Mengawali komunikasi dengan Nayya, si ABG, mbarep saya yang usia 12 tahun ini, saya memilih waktu yang paling nyaman baginya, yaitu sore hari. Sambil menunggu waktu les mapelnya dimulai, biasanya Nayya menghabiskan waktunya dengan mengecek beberapa pesan di Whats Up Dan DM Instagram teman-temannya. Sambil tidur-tiduran di kamarnya, saya awali obrolan kami dengan menanyakan ada cerita menarik apa di sekolah hari itu. Lancarlah si ABG ini nyerocos tentang temannya dan ulangan hari itu yang sekelas kompak remidi πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚ *tapi sebenarnya emaknya sudah aja siap mau motong "kok bisa sih remidi?", tapiiiiii ... sabaaaarrrr, biarkan dia meceritakannya sampai selesai.



Selesai cerita, mood Nayya masih ok. Pertanda baik, maka saya lanjut ajak dia untuk ngomongin soal les gitarnya yang sudah dua minggu absen. Waktu saya tanyakan kembali apakah masih mau terus les gitarnya? Karena sempat beberapa kali, dia mengutarakan ingin off sementara. Saat itu Nayya mengutarakan kalau dia ingin coba instrumen musik yang lain dan juga ingin kursus Bahasa Inggris.
Nayya, 12 tahun
Apakah emaknya setuju? Nayya seringkali terlalu banyak kemauan dengan sedikit tanggung jawab.
Sebagai anak yang sudah akil baligh, saya sampaikan ke Nayya bahwa apa yang dia mau dan pilih, selalu ada konsekwensinya. Saya utarakan ke Nayya sebelum saya membolehkan dia untuk mengganti les gitarnya dengan les alat musik yang lain dan juga boleh untuk kursus bahasa Inggris, apa sih sebenarnya yang dia mau dari mengikuti kursus-kursus tersebut. Banyak manfaatnya ga buat dia? Perlu sekalikah kursus-kursus itu untuk diikuti? Saat dia bilang dia perlu dan butuh untuk ambil kursus tersebut, selain untuk membantu pelajarannya di sekolah (kursus bahasa Ingris) les musik sebagai pemuas sisi musicalnya, maka saya memutuskan untuk mengijinkannya ambil kursus-kursus tersebut. Saya juga meminta Nayya untuk bertanggung jawab dengan apa yang dia pilih. Diantaranya, tidak boleh merasa capek saat waktunya kursus, sehingga sering jadi alasan untuk tidak hadir. Harus lebih mampu mengatur waktu belajarnya, karena ada aktivitas baru di jadwalnya sehari-hari.

Seribu Cerita Dari Dapur

Dapur? Ini bagian rumah yang tidak terlalu sering saya sentuh. Bukan karena tidak bisa masak, tapi karena memang saya tidak begitu suka ...